Penyebab dan luas Kebakaran Hutan di Provinsi Riau:
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Provinsi
Riau/BBKSDA tentang perkiraan luas kerbakaran mulai tanggal 8 – 14 Februari
2014 di Provinsi Riau seluas 3.709 ha.
Gambar: Kebakaran Hutan dan Asap Tebal
Penyebaran Titik Api (Hotspot) di Provinsi Riau:
Gambar :Peta Sebaran
Titik Api (hot spot) Tanggal 8-14 februari dan lahan gambut di provinsi Riau
Sumber :Hasil Overlay titik api
dengan peta lahan gambut (wetland international – Indonesia Program)
Kerugian dan Dampak dari Kebakaran Hutan Di Provinsi
Riau:
1. Kerugian Ekonomi dimana Kepala Pusat Data Informasi
dan Humas BNPB menginformasikan bahwa kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan
di Provinsi Riau mencapai Rp10 triliun
2.
Dengan terbakarnya hutan, satwa liar akan kehilangan
rumah tempat mereka hidup dan mencari makan. Sehingga akan berakibat pada
ketidakseimbangan ekosistem
3. Kebakaran hutan di Indonesia akan membuat bangsa
kita kehilangan bahan baku industri yang akan berpengaruh pada perekonomian
4.
Asap dari Kebakaran hutan yang akan membuat masyarakat
terganggu dan terserang penyakit yang berhubungan dengan pernapasan
Penanggulangan Kebakaran Hutan di Provinsi Riau:
1.
Mapping : Pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah
teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara,
namun yang biasa digunakan adalah 3 cara berikut:
— Pemetaan
daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu
maupun hasil prediksi
— Pemetaan
daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural
Appraisal)
— Pemetaan
daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
2.
Sistem Informasi: penyediaan sistem informasi
kebakaran hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning
system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara
berikut :
— Analisis
kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
— Pengolahan
data hasil pengintaian petugas
- Standardisasi
: pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure)
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran
hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan
standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
— Metode
pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk,
khususnya data yang berkaitan dengan
kebakaran hutan.
— Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh
pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan
potensi terjadinya kebakaran hutan
— Metode
Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi
ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien
dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi.
- Supervisi
: pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung
dengan hutan. pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan
data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut.
Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi dua,
yaitu :
— Pemantauan
terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati.
Pemantauan tertutup (intelejen) :
Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh
aparat tertentu.
Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan
keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup
— Pemantauan
aktif
Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan
secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran
hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan
lingkungan (pembakaran hutan).
Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan
yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah
terjadinya kerusakan lingkungan
Kesimpulan:
Penyebab
kebakaran
hutan dan lahan di Propinsi Riau ataupun di tempat lain di Indonesia
bersumber pada kebijakan pengelolaan hutan, lemahnya peraturan
perundangan dan
penegakan aturan yang ada, dan mekanisme sistem/kelembagaan yang
bertanggung
jawab terhadap kebakaran hutan dan lahan.
Api
tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dari ekosistem hutan, beberapa tipe vegetasi
hutan merupakan klimaks api. Pengurangan resiko kebakaran hutan dapat ditempuh
dengan mempertimbanglkan kearifan lokal dari masyarakat tradisional Rimbawan
telah menggunakan api dalam praktek kehutanan yang dikenal dengan istilah
manajemen api dalam bentuk Swalling dan Prescribe Burning.